Sekarang tanggal 25 Mei 2025 jam 23.30. Rumah saya sekitar 2 KM dari jalan raya dan suara kenalpot bising masih terdengar dengan sangat jelas. Hari ini adalah puncak perayaan kemenangan Persib yang berhasil menjuarai liga. Berarti, hampir 1 bulan perayaannya.
Saya pun rutin mengikuti kegiatan perayaan ini, bahkan tadi pagi pun Saya dan istri berjumpa dengan rombongan Persib di jalan Dago. Meskipun demikian, saya rasa ada yang salah dengan ekspresi kebahagiaan yang masih terdengar hingga jarak 2KM di tengah malam.
Tahun 2014, saya menonton laga final Persib di kantor karena harus lembur. Saat itu Persib menang adu penalti melawan Persipura di Jakabaring, Palembang. Sepulang dari kantor saya melewati jalan Cicadas yang sudah penuh dengan bobotoh yang mengekspresikan kebahagiaannya dengan berkumpul, menyalakan petasan dan menggerung-gerung motor di tengah jalan.
Saya rasa semua yang mengalami momen itu secara langsung akan sepakat bahwa itu semua adalah ekspresi kebahagian yang spontan. Tidak ada komando atau contoh sebelumnya. Karena sebelum itu Persib terakhir juara 1995.
Saat itu saya ingat sekali bergumam dalam hati, "lakukan saja ekspresi kebahagian itu, pengguna jalan, termasuk saya pun tidak akan protes dan turut berbahagia". Kenapa saya bisa bergumam seperti itu sambil juga menikmati suasananya? Karena itu semua adalah ekspresi yang spontan.
Bobotoh tidak menyiapkan hal khusus, sehingga mereka memanfaatkan yang ada termasuk knalpot motor untuk mengekspresikan kebahagiaannya.
Tapi perayaan kali ini berbeda. Bobotoh punya waktu untuk menyiapkan perayaan. Dan pilihannya adalah melakukan hal yang dulu dilakukan karena tidak ada persiapan.
Kali ini persiapannya adalah ganti kenalpot dan melakukan aksi gerung-gerung sepanjang malam.
Saya berpikir, jika ini ekspresi kebahagiaan, kenapa aksi yang dipilih tidak mencerminkan kreativitas melainkan seolah menjadikan kesempatan untuk menampilkan sisi lain (yang tidak terpuji) dari diri?
Bayangkan ini terjadi berlarut-larut. Di satu sisi saya malah sedih, jangan-jangan ini cerminan asli dari warga jabar yang akan menyongsong Indonesia emas 2045?
Pagi ini saya dan istri jauh lebih menikmati saat dimana para bobotoh tanpa ke knalpot bronx beriringan bersama menuju tempat konvoi dengan full atribut. Damai, kreatif, bahagia. Beberapa peserta konvoi membawa alat musik tabuh dan bernyanyi, ini jauh lebih menyenangkan. Saya tidak paham apa yang dinikmati dari gerung-gerung knalpot bronx selain telinga yang tersiksa.
Ketika rombongan Persib datang pun kita menyambutnya dengan elu-elu dan nyanyian.
Komentar
Posting Komentar