Once Upon Time in a Port

      Aku berpikir sejenak ketika pandanganku tertuju pada sudut kanan bawah layar laptopku. Lalu ku sorot icon power indicator yang kini terlihat hanya tinggal setetes lagi itu. Ah, ternyata berdasarkan informasi  sistem, paling tidak baterai-nya akan bertahan sampai kurang lebih 54 menitan lagi, lega rasanya. Sudah sejak 2 jam yang lalu kira-kira aku memulai aktifitasku dengan laptop ini tanpa menghubungkannya pada power charger. Alasannya karena setting ruangan tempat kini aku berada sudah tidak lagi seperti sejak 2 hari sebelumnya. Ruangannya berubah posisi dan saat aku datang sudah dipenuhi oleh para penghuninya. Oleh karena itu aku pun memutuskan untuk mengambil tempat kosong yang tenyata jauh dari power source.
      Ruanganku kini dihuni oleh orang-orang yang berbeda dengan orang-orang yang menghuni ruangan ini pada hari sebelumnya. Pada minggu ini, ini adalah hari kedua ku berada di tempat ini, di sebuah ruangan dengan setting perkantoran gaya era tahun 90'an ( I guess, :) ).
      Saat ini aku tengah berada di markas Klien ku yang merupakan sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang Pelayanan Pelabuhan. Sekilas tentang tempat ini, hmmmm... secara garis besar tempat ini sangat menarik buatku karena baru kali ini aku berkunjung ke tempat Klien yang lingkungannya dipenuhi oleh mobil-mobil pengangkut Petikemas dan "perabotan" penunjang aktifitas pelabuhan lainnya. Selain itu, lingkungan internal kantornya pun terasa hangat dan kebetulan divisi yang menjadi mitra kami ini dipenuhi oleh anak-anak muda seusiaku :). Baru kali ini rasanya aku berkunjung ke tempat seperti ini.
      Namun suasana saat ini sedikit berbeda dengan penggambaran diatas, karena para penghuninya sementara ini pindah ruangan dan ruangan ini diisi oleh para penghuni yang baru bagiku. Tidak ada yang salah dengan mereka, dan para penghuni baru ini juga masih tetap muda-muda :D. Hal seperti ini bagiku ialah sama dengan memulai lagi proses adaptasi dan sosialiasi dari titik hampir nol. Yang cukup terasa berbeda dari suasana saat ini ialah aktifitasnya yang lebih ramai dan komunikasi antar penghuninya yang sangat intens. Sebetulnya ini sangat wajar mengingat mereka bekerja secara tim dan dengan begitu komunikasi otomatis memegang peranan yang amat penting.
      Efek yang ditimbulkan dari situtasi ini ialah kegaduhan yang terlegalisir (silahkan ditafsirkan sendiri :)). Dan akupun masih dalam perjuanganku untuk dapat beradaptasi saat pikiran ini menerima efek dari situasi ini yang menyebabkan aku sulit untuk berkonsentrasi. Alasannya karena hal-hal yang mereka bicarakan seringkali menyangkut hal-hal teknis yang memancing rasa penasaran. Jujur, rasanya ini menjadi sangat berat untuk berpikir dengan jernih. Dan akupun belum sempat membaca tentang sepenggal kisah dari Lukman Hakim yang satu ini :

      Seorang lelaki melewati Luqman yang sedang dikerumuni orang banyak sambil melontarkan pertanyaan :
      "Bukankah Anda adalah budak suatu kabilah ?"
      "Ya," jawab Luqman.
      "Anda juga yang suka menggembala di bukit-bukit itu ?" tanya lelaki itu kedua kalinya.
      "Benar," kata Luqman.
      "Bagaimana Anda mencapai kedudukan yang mulia seperti yang aku lihat ?" tanya lelaki itu kembali.
      "Berkata benar dan tidak ikut campur dalam urusan yang tidak berhubungan denganku," jawab Luqman menjelaskan." [1]

       Bila belajar dari kisah diatas, aku rasa sebaiknya aku tidak usah menghiraukan tentang apa yang mereka bicarakan. Lalu dalam keputusasaan ini akupun memilih untuk meninggalkan sejenak pekerjaanku yang nampak makin memusingkan untuk kemudian sholat terlebih dahulu. Sebetulnya sebelum aku beranjak ke Mushala aku sempatkan dahulu untuk memberanikan diri bertanya pada blog seorang kawan tentang pandangannya terkait pergaulan yang baik dan menyenangkan. Yah, karena seringkali dengan mencoba memahami suatu permasalahan dari sudut pandang orang lain itu terasa bagaikan mer-refresh sikap kita atau bahkan me-refill persepsi kita terhadap permasalahan tersebut. :D
      Ada hal yang menarik saat aku berjalan menuju tempat berwudhu, yaitu setelah beberapa kali berkunjung ke tempat ini akhirnya saat ini aku melihat hamparan laut yang pada permukaannya terukir gelombang-gelombang kecil nan khas akibat hembusan angin diatasnya. Dan rasa penasaranku pun akhirnya sirna juga. Selama ini aku selalu bertanya, "dimana sih lautnya ? dimana sih kapal barangnya bersandar ? kok ga pernah keliatan ya.. -_-".
      Setelah menunaikan sholat ashar, akupun kembali ke meja kerja dan pekerjaanku, hehe. Dan setelah cek email, ternyata kawanku diujung sana telah memberikan pandangannya sesuai dengan pertanyaanku. Dan setelah mencoba untuk memahaminya, seperti biasa hal-hal seperti itu setidaknya akan selalu menyegarkan mood-ku untuk tetap berusaha berbaur (bergaul/bersosialisasi/beradaptasi) di setiap lingkungan dimanapun aku berada. Dan kisah dinas ku hari ini diakhiri dengan perjalanan pulang menuju penginapan yang diiringi dengan cerita-cerita sederhana dengan rekan kerjaku terkait dengan pekerjaan ataupun hal-hal sederhana dan indah lainnya.
      Sebetulnya aku hanya ingin menuliskan kisah ini saja tanpa ada maksud khusus yang ditekankan. Hanya membangun puing-puing memori indah yang tersemat dalam perjalanan hidup ini. Dan memang seringkali banyak hal-hal menarik yang dialami saat melakukan SPPD yang sayang jika nantinya terlupakan begitu saja.  Sebagai penutup, aku ingin kembali mengutip sebuah pesan bijak Luqman Hakim kepada anaknya :

      Diriwayatkan dari Sayidina Ja'far Shadiq bahwa Luqman pernah berkata kepada anaknya: "Hai anakku, jika kamu beradab mulia sejak kecil, maka kamu akan menuai hasilnya dimasa dewasa. Barangsiapa memikirkan adab, maka ia akan terdorong untuk memperhatikannya. Barangsiapa memperhatikan adab, maka ia bersedia untuk bersusah payah dalam mempelajarinya. Barangsiapa bersedia untuk bersusah payah dalam mempelajari adab, maka ia akan bersemangat (optimal) dalam mempelajarinya. Dan barangsiapa mempelajari adab secara optiomal, maka ia akan meraih manfaat darinya.
      Oleh karena itu, biasakanlah dirimu melakukan hal itu. Karena kamu adalah pelanjut jejak orang-orang terdahulu dan bertanggung jawab atas generasi setelahmu. Disamping itu, para pembela kebenaran menaruh harapan padamu dalam hal itu, sedangkan orang-orang yang lemah hatinya akan merasakan ketakutan terhadap kebesaranmu.
      Jangan malas dalam urusan ini dan berpaling pada selainnya. Karena, meskipun kamu tidak sukses di dunia tetapi kamu pasti akan sukses di akhirat. Jika kamu meninggalkan kegiatan belajar sama sekali, maka kamu akan menjadi orang yang merugi di akhirat.
      Sisikanlah dari hari-hari, malam-malam, dan waktu-waktumu untuk menuntut ilmu. Karena nanti kamu akan menyadari bahwa tidak ada kerugian seburuk membuang kesempatan untuk menuntuk ilmu.
      Janganlah kamu menjadikan orang yang keras kepala sebagai teman dalam menuntut ilmu, jangan mendebat para ulama, jangan bermusuhan dengan penguasa, jangan menyertai orang yang zalim dan membenarkannya, jangan duduk bersama-sama dengan orang fasik, yaitu orang-orang yang biasa bermaksiat, dan dengan orang yang sedang berstatus terdakwa, kemudian kumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin, sebagaimana halnya kamu mengumpulkan uang."[2]



[1]Luqman Hakim Golden Ways, (Tapak Sunan Publishing House), hal 26
[2]Luqman Hakim Golden Ways, (Tapak Sunan Publishing House), hal 65-66

Komentar