Kebun Binatang

Setelah sekian lama -entah kapan terakhir kesana- akhirnya Sabtu kemarin saya dan beberapa orang teman pergi ke Kebun Binatang Bandung. Sebetulnya tujuan awalnya sih mau memancing di daerah Ciparay, cuma berhubung yang punya balongnya berhalangan akhirnya diputuskanlah untuk mencari alternatif liburan lain. Ada beberapa pilihan sebetulnya, seperti hiking ke taman wisata Curug Manglayang dan nongkrong di Bukit Moko. Namun dengan ajaib tiba-tiba diputuskanlah untuk main ke Kebun Binatang saja.
Dalam benak saya, seharusnya semua orang memang memiliki ketertarikan tersendiri untuk berkunjung kesana; berapapun usianya. Mungkin bisa juga disebut sebagai naluri, untuk mengunjungi spesies-spesies lain sesama penghuni bumi. Ya, semua berkumpul disana (termasuk kita kan? :P). Mereka semua adalah pemanis & pelengkap kehidupan manusia di bumi; sungguh Maha Agung yang menciptanya.
Dalam zaman modern seperti saat ini mereka (spesies-spesies lain) sering kali luput dari perhatian kita. Maksud saya, seberapa sering kita perhatikan semut-semut yang berlalu lalang di sekitar kita? betapa kaki-kaki kecil mereka sungguh ajaib; bisa berjalan disegala permukaan, horizontal & vertikal, seakan-akan hukum gravitasi berbaik hati pada mereka. Atau pernah dengarkah kita kisah para Elang Emas peliharaan penduduk Mongolia yang digunakan untuk berburu serigala?
Ya, rutinitas memang telah menyita sebagian energi dan pikiran kita. Kadang saya suka membayangkan, di zaman dulu, saat manusia hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja (hanya bertani saja mungkin), sehingga lebih memiliki banyak waktu luang, apa yang mereka lakukan? Mungkin bisa jadi sisa waktunya digunakan untuk mengeksplor alam raya ini, flora & fauna -nya, seolah-olah memang naluri yang menuntunnya untuk dekat dengan alam. Itu hanya salah satu hipotesa saja bila kita ingin memandang bahwa beberapa masyarakat adat yang mengeramatkan suatu wilayah atau suatu spesies, sebetulnya berniat untuk menghargai mereka, lebih tinggi dari itu, menghargai penciptanya. Tapi itu hanya hipotesa saya saja sih, dan keliatannya interpretasi dari konsep itu kian memudar karena terkadang ritualnya dilakukan sangat serius sedangkan filosofinya tidak terlalu. Haduuuh ini ngomongin apa sih... -_-
Bagi saya, dalam setiap rupa spesies-spesies yang ada dimuka bumi, seluruhnya terkandung keajaiban, seluruhnya indah. Dulu saya sering memperhatikan motif dan tekstur dari helaian bulu-bulu merpati; bagi saya itu rumit dan indah. Atau seluruh pada burung merak -ujung paruh hingga ujung ekor? Menakjubkan. Bagaimana dengan seluruh yang ada pada burung elang? kawan saya menyimpulkannya dengan satu kata "Gagah".
Hal-hal diatas nampak lebih ajaib bila kita melihat kembali pada masa permulaannya; sebutir telur. Sebutir telur elang, menyimpan seluruh informasi dan karakteristik dari elang. Sehingga tak peduli siapa pun yang mengeraminya, ketika ia menetas ia tetaplah seekor elang yang akan tumbuh besar dengan paruhnya yang meruncing, dan seluruh keelokan lainnya. Ajaib, semuanya terkandung dalam sebutir telur!

"Oh Tuhan, sungguh Engkaulah Maha Pencipta yang paling sempurna, tiada sia-sia segala yang Kau cipta, demi hak Muhammad dan Keluarga Muhammad sebagaimana kau ciptakan bagi kami kehidupan di bumi-Mu maka tuntunlah kami untuk memahaminya."


Berhasil memfoto buaya yang sedang bejemur dari jarak yang cukup dekat

Sepasang burung Flaminggo dalam habitat buatan yang asri

Berfoto dengan ikan Arapaima sepanjang 1.8 m

Bersiap-siap 2 on 2 suit jepang

Harimau, salah satu lokasi yang paling populer di kebun binatang

Berfoto dengan salah satu hewan favorit saya, Elang; yang ini berjenis Ular Bido

Merak, tetap anggun dengan ekor terurai menyentuh tanah




Komentar